Rabu, 25 Maret 2009

Prosa: BAGI KEHIDUPAN YANG TAK NAMPAK


Kehidupan adalah jeruji-jeruji besi yang sulit diterka oleh mata matahari sekalipun, dan dengan sendirinya kau akan berada di dalam lembah-lembah hantu yang tak berpenghuni dedaunan, atau sekedar percakapan burung-burung berdada putih. Kau akan merasa sendiri, di dalam kehidupan Musim semi atau musim kemarau yang sudah berlalu menjadikan putra-putra manusia mengadu nasibnya kembali, memergoki kehidupan dengan cinta yang tak apik kepada sesama manusia. Tahu kah engkau? Wahai manusia yang sulit menebak dirinya. Kau sudah menjadi manusia yang gagal ketika, sehelai angin, sahutan langit biru atau gemuruh jantungmu kau tak rasakan sebagai hukum suci. Dan siapakah yang melempari doa ke jurang dosa, kalau masih saja ada yang berbicara tentang kematian kalau ia tak tahu apa itu kehidupan.

Pikiran-pikiran semacam itu terus mendesak pikiranku. Mencari lubang-lubang tersempit di dalam arena kehidupan yang jarang di lihat oleh peri-peri rindu yang kadang hilang dan pergi tanpa di pagari cahaya. Kucabut biang sunyi sekarang juga lalu aku jadikan penengah untuk mencari debu-debu kehidupan. Kehidupan adalah perbudakan? Aku menemukannya dia seperti jubah hitam yang di selendangi oleh wangi-wangian dari balsem kematian. Aku menjadi hening bening wening, sesaat. Kerajaan hening menyerbu seluruh pori-pori tubuhku menjerat urat-urat nadi yang masih bernafas elok.

Dan siapakah yang melempari dosa ke nafas-nafas semesta? Lalu dihirup perlahan-lahan dengan sujud yang tak sempurna. Mengupas sabda-sabda Nabi Golgota yang bersembunyi di tirai cahaya. Siapakah pula yang menghadirkan pulau-pulau kehidupan yang selalu dipergoki oleh yang namanya lembah kematian. O…alangkah malangnya manusia, berlari dengan sehelai doa dengan debu di kepalanya, ingin menduduki pohon-pohon impian di seberang lembah kematian.


2009

Tidak ada komentar: