Rabu, 01 April 2009

Di Kiaracondong



Aku tinggalkan ruang sunyi itu
Kembali menikmati kegagalan ini
Beberapa saat, setelah bus tanpa plat nomor
Membawaku ke tempat suara-suara lokomotif
Diperdengarkan, membuat kuping kita menjadi
Mengerut dan sedikit merah. Adakah kau di sana
Menungguku dengan bunga-bunga Jogja di tanganmu
Saat malam kian memutih di rambut keritingnya,
Adakah kau disana, membacakan sajak-sajak kasmaran
Mengasih uang recehan untuk pengemis, dan sedikit melirik ke baliho-baliho para caleg yang sedang menangis.

Tapi disini, setelah mendung sudah berganti
Dengan pasukan hujan, jejakmu sudah mulai pudar.
Lalu rindu itu sudah di deteksi oleh kegagalan yang kita
Buat bersama. Lalu kubayangkan wajahmu dengan
Lukisan-lukisan surealis Dalli, sambil dalam hati
Aku tertawa sendiri. Stasiun ini sudah menyimpan
ayat-ayat gelisah para penyair, dalam bentuk yang sangat
teduh dengan bahasa-bahasa kasmarannya.

Lalu bisakah kuhayati
Hujan ini menjadi, semacam isyarat. Bukan isyarat
Musik dangdut atau senyum para caleg, tapi sebuah
Ketetapan-ketetapan yang kita buat bersama-sama.
Isyarat kegagalan.

1 komentar:

BAHAGIYA TAILOR mengatakan...

Kawand,, dimana Kau sekarang???

Tikus-tikus Politik Harus Q-ta Jilati Sampai Mereka Mengetahui Ladang Yang Mereka Garap.......